Penuntun Praktikum MBS 1 (BIOKIMIA) - semangat ya para calon dokter!
Headlines News :
Home » » Penuntun Praktikum MBS 1 (BIOKIMIA)

Penuntun Praktikum MBS 1 (BIOKIMIA)

Written By cere13elums on Senin, 10 Maret 2014 | 05.06

PENUNTUN PRAKTIKUM
MBS 1
(BIOKIMIA)

                                                                       
                                                                                   
         






Penyusun:
Tim Biokimia FK UNILA








FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
PRAKATA




Puji syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, atas segala rahmat dan karunia-Nya Buku Panduan Praktikum Biokimia ini dapat tersusun dengan baik. Penyusunan buku panduan praktikum ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam menjalankan kegiatan praktikum, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dari teori yang telah dipelajari dalam kegiatan mini lecture maupun tutorial dalam Blok MBS 1
Buku penuntun praktikum ini disusun sejalan dengan pengembangan inovasi pembelajaran praktikum Biokimia yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman ilmu biokimia kedokteran di dalam bagian dari Blok MBS 1, melalui pembelajaran praktikum berbasis permasalahan klinis. Dalam kegiatan praktikum ini mahasiswa juga akan dilatih untuk mengidentifikasi permasalahan – mengumpulkan informasi melalui studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan – melakukan pengukuran untuk mendapatkan data – mengevaluasi data yang diperoleh – menarik kesimpulan – melaporkan hasil dan kesimpulan yang merupakan tambahan informasi untuk lebih memahami teori yang mendasari atau berkaitan dengan permasalahan klinis yang dibahas.
Berkaitan dengan tujuan pembelajaran praktikum ini, maka disamping berisi teknik atau metoda pemeriksaan biokimiawi, buku penuntun praktikum ini juga memuat permasalahan klinis yang berkaitan dengan pokok bahasan praktikum, teori yang mendasari pokok bahasan, serta penuntun mengenai issue-issue yang harus dibahas pada tiap pokok bahasan. Dengan susunan seperti ini diharapkan kegiatan praktikum akan berjalan lebih efektif dan efisien, mahasiswa akan lebih mampu belajar mandiri dan terarah, dan relevan dengan tuntutan tugas profesi lulusan kelak, serta dapat merupakan pengalaman belajar yang menarik serta menyenangkan bagi mahasiswa.
Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan Penuntun Praktikum Biokimia ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan.
Semoga Buku Penuntun Praktikum Biokimia ini dapat bermanfaat.


                                                                        Bandar Lampung,  Februari 2014


Penyusun


PERATURAN TATA TERTIB LABORATORIUM BIOKIMIA

PERATURAN UMUM
1.              Praktikan tidak boleh masuk ruangan laboratorium sebelum jam praktikum
2.              Praktikan harus mengisi absensi sebelum melakukan praktikum
3.              Sebelum praktikum dimulai sewaktu-waktu akan diadakan responsi/ pretest mengenai percobaan-percobaan yang sudah/akan dilakukan, baik lisan atau tertulis.
4.              Ketidakhadiran mahasiswa pada kegiatan praktikum harus disertai alasan yang sah. Selanjutnya mahasiswa tersebut harus menyerahkan surat izin kepada Dosen Pembimbingnya sesegera mungkin. Ketidakhadiran tanpa alasan yang sah menyebabkan mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti ujian praktikum Biokimia.
5.              Hasil-hasil pekerjaan praktikum, keaktifan berdiskusi, responsi-responsi, pretest-posttest, akan diperhitungkan dalam menentukan nilai akhir.
6.              Setelah selesai melakukan percobaan praktikum, mahasiswa mendiskusikan topik bahasan dalam kelompok masing-masing.
7.              Mahasiswa diharuskan membuat laporan mengenai apa yang telah didiskusikan. Laporan diserahkan minggu berikutnya.

PERATURAN KHUSUS
1.              Jangan membuang kotoran/sampah ke dalam bak pencuci, buanglah ke tempat yang telah disediakan.
2.              Jangan memindahkan/membawa botol-botol reagen dari tempatnya.
3.              Pergunakan zat-zat seefisien mungkin sesuai dengan buku penuntun praktikum dan jagalah supaya reagen tidak tercampur satu sama lain :
-                 Bila pada tiap botol reagen disediakan pipet, ambillah reagen dengan pipet tersebut, dan untuk mengukurnya gunakanlah gelas ukur yang tersedia. Janganlah sekali-kali menuangkan reagen dari botolnya, atau mempertukarkan pipet bersama tutupnya.
-                 Bila pada botol reagen tidak disediakan pipet khusus dapat digunakan pipet yang mempunyai kalibrasi yang tersedia, tetapi tiap pengambilan zat haruslah pipet tersebut dibilas dengan air terlebih dahulu.
4.              Mikropipet yang Saudara pinjam, jika telah selesai dipergunakan agar dikembalikan ke tempat semula yang telah disediakan
-                 Tips/ujung pipet bekas pakai agar disimpan pada tempat yang telah disediakan.
5.              Hati-hatilah dengan zat-zat yang mudah terbakar, seperti : ether, benzen, alkohol. Jauhkan dari api.
6.              Pemakaian bahan-bahan kimia yang uapnya beracun/berbau tidak enak, seperti : HCl pekat, asam sulfat pekat, kloroform dan sebagainya, dikerjakan di lemari asam.
7.              Membuang asam dan basa kuat harus dengan mengalirkan air yang banyak.
8.              Semua alat harus bersih, jika perlu cucilah dengan campuran K-bichromat dan asam sulfat pekat (terutama untuk biuret dan pipet)
9.              Sekali-kali janganlah mempergunakan alat pusingan (sentrifugasi). Kalau belum mengetahui caranya :
-                 Tabung sentrifugasi harus selalu setimbang dan dipasang berhadapan
-                 Janganlah mencoba memanaskan tabung sentrifugasi
-                 Bersihkan tabung setiap kali sesudah memakai
10.          Setiap kali sebelum dan sesudah praktikum, alat-alat harus diperiksa dahulu. Kalau ada yang rusak/hilang segera laporkan.
11.          Alat-alat yang rusak/hilang diganti oleh praktikan yang bersangkutan dalam waktu 1 minggu
12.          Peminjaman alat-alat di luar inventaris sendiri, selalu memakai bon peminjaman. Kalau alat dikembalikan, bon peminjaman alat harus diminta kembali.
13.          Spesimen praktikum (darah, urin, air liur dan sebagainya) disiapkan oleh mahasiswa.

SANKSI-SANKSI
Praktikan-praktikan yang dianggap melanggar peraturan-peraturan di atas akan dikenakan sanksi sesuai dengan berat ringannya pelanggaran, dan tidak diperkenankan mengikuti praktikum sampai tak diperkenan mengikuti ujian.

Bandar Lampung,   Februari 2014




Bagian Biokimia
Fakultas Kedokteran
Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Lampung

METABOLISME

Pengetahuan tentang proses metabolisme normal akan menjadi dasar untuk dapat memahami proses metabolisme abnormal yang mendasari banyak penyakit. Variasi dan adaptasi dalam metabolisme pada keadaan kelaparan,  olahraga, kehamilan dan menyusukan anak masih merupakan keadaan metabolisme normal. Sedangkan metabolisme abnormal dapat disebabkan antara lain oleh kekurangan zat gizi, gangguan fungsi enzim, atau gangguan sekresi hormon yang biasanya didasari abnormalitas metabolisme (penyakit metabolisme), misalnya diabetes mellitus.
Pada praktikum metabolisme ini akan dipakai contoh kasus klinis riwayat penyakit seorang penderita diabetes mellitus. Karena diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang komplek, maka kasus klinis ini dapat dijadikan bahan untuk pendekatan pembahasan sebagian besar pokok bahasan biokimia metabolisme. Kegiatan laboratorik pada praktikum ini, seperti pengukuran kadar glukosa plasma, pemeriksaan reaksi reduksi urin (Bennedict), pengukuran kadar kholesterol total plasma, dan pemeriksaan benda keton pada urin (Rothera dan Gerhardt), akan dijadikan tambahan informasi untuk dapat membahas aspek biokimia metabolisme dari diabetes mellitus, sehingga mahasiswa akan mendapat pengertian yang lebih komprehensif dan relevan. 

Permasalahan Klinis
Keluhan Utama.
Sering buang air kecil di malam hari
Riwayat Penyakit.
Ny. D, berusia 56 tahun, datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RS A dengan keluhan utama sering buang air kecil saat malam hari. Sejak 3 bulan yang lalu Ny. D mengaku mulai sering buang air kecil di malam hari hingga 7-8 kali, sehingga mengganggu tidurnya. Ny. D juga mengaku nafsu makannya bertambah menjadi 4-5 kali sehari, serta sering merasa haus dan banyak minum.
Pemeriksaan Fisik:
Berat badan = 90 kg; tinggi badan = 165 cm
Nadi = 84x/menit, pernafasan = 16x/menit. Tekanan darah = 120/80 mmHg
Pemeriksaan Laboratorium
Gula Darah Sewaktu (GDS) 400 mg/dl
Pokok-pokok bahasan: 
  • Jenis-jenis transport di dalam sel
  • Mekanisme transport glukosa keluar/masuk sel
  • Macam-macam glukosa transporter
  • Peranan glukosa transporter

OVERVIEW OF DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease characterized by derangement in carbohydrate, fat, and protein metabolism. Two major types are recognized clinically the juvenile-onset or insulin-dependent type and the maturity-onset or insulin-independent type.
PRIMARY diabetes mellitus (DM)
Type I   : Insulin-dependent (IDDM)
-                 Juvenile onset (< 20 yearsold)
-                 Ketosis-prone diabetes mellitus
-                 Normal weight
-                 Decreased blood insulin
-                 Isled-cell-antibodies, B-cell deplesion
-                 Often ketoacidosis
Type II : Non-insulin-dependent (NIDDM)
-                 Adult onset (< 30 yearsold)
-                 Obesity
-                 Normal or increased blood insulin
-                 No isled-cell-antibodies
-                 Ketoasidosis rare
SECONDARY diabetes
-                 Hyperglicemia associated with identifiable causes of islet cell destruction (pancreatitis)
-                 Drugs (corticosteroid)

In patients who do not fasting hyperglycemia, the oral glucose tolerance test can be used for the diagnosis of diabetes. It consist of determining the blood glucose level in the fasting states and at interval of 30-60 min for 2h or more after consuming a 100-g carbohydrate meal. In a normal individu blood glucose returns to normal levels within 2h after ingestion of the carbohydrate meal. In the diabetic patients, blood glucose will reach a higher level and remain elevated for longer period of time, depending on the severity of the diseases. However, many factors may contribute to an abnormal glucose tolerance test. The patients must have consumed a high carbohydrate diet for the preceding three days, presumably to allow for introduction of enzymes of glucose-utilizing pathways, for examples, glucokinase, fatty acid synthase, and acetyl-CoA carboxilase. In the addition, almost any infection (even a cold) and less well-defined “stress” (presumably by effects on the sympathetic nervous system) can result in (trancient) abnormalities of the glucose tolerance test. Because of problem with the glucose tolerance test, elevation of the fasting glucose level should probably be the sine qua non for the diagnosis of diabetes.

Glucose uptake by cells of insulin-sensitive tissues, that is, muscle and adipose, is decreased in the diabetic state. Insulin is required for glucose uptake by these tissues, and the diabetic patients either lacks insulin or has developed “insulin resistance” in these tissues. Resistance to insulin is an abnormality of the insulin receptor of in subsequent steps mediating the metabolic effects of insulin. Parenchymal cells of the liver do not require insulin for glucose uptake. Without insulin, however the liver has diminished enzymatic capacity to remove glucose from the blood. This is explained in part by decreased glucokinase activity plus the loss of insulin`s action on key enzymes of glycogenesis and the glycolytic pathway.

INSULIN-DEPENDENT DIABETES MELLITUS
Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) was once called juvenile-onset diabetes because it usually appears in childhood or in the teens, but it is not limited to these patients. Insulin is absent in this disease because of defective or absent β cells in the pancreas. The β cells are destroyed by an autoimmune process. Untreated, IDDM is characterized by hyperglycemia, hyperlipoproteinemia (chylomicrons and VLDLs), and episodes of severe ketoacidosis. Far from being a disease of defects in carbohydrate metabolism alone, diabetes causes abnormalities in fat and protein metabolism in such patients as well. The hyperglycemia results in part from the inability of the insulin-dependent tissues to take up plasma glucose and in part by accelerated hepatic gluconeogenesis from amino acids derived from muscle protein. The ketoacidosis results from increased lipolysis in the adipose tissue and accelerated fatty acid oxidation in the liver. Hyperchylomicronemia is the result  of low lipoprotein lipase activity in adipose tissue capillaries, an enzyme dependent on insulin for its synthesis.

Although insulin does not cure the diabetes, its used markedly alters the clinical course of the disease. The injected insulin promotes glucose uptake by tissues and inhibits gluconeogenesis, lipolysis, and proteolysis. The patient has the difficult job to trying to adjust the insulin dose to a variable dietary intake and variable physical activity, the other major determinant of glucose disposal by muscle. Tight control demands the use of several injections of insulin per day and close blood sugar monitoring by the patient. Tight control of blood sugar has now been proved to reduce the microvascullar complications of diabetes (renal and retinal diseases)

NON-INSULIN-DEPENDENT DIABETES MELLITUS
Noninsulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) accounts for 80-90% of the diagnosed cases of diabetes and is also called maturity-onset diabetes to differentiate it from insulin-dependent, juvenile diabetes. It usually occurs in middle-aged obese people. Noninsulin-dependent diabetes is characterized by hyperglycemia, often with hypertriglyceridemia. The ketocidosis characteristic of the insulin-dependent disease is not observed. Increased hepatic triacylglycerol synthesis stimulated by hyperglycemia and hyperinsulinemia. Insulin is present at normal to elevated levels in this form of the disease. Obesity often precedes the development of insulin-independent diabetes and appears to be the major contributing factor. Obese patients are usually hyperinsulinemic. Very recent data implicate increased levels of expressions of tumor necrosis factor-α (TNF-α) in adipocytes of obese individuals as a cause of the resistance. The greater the adipose tissue mass, the greater the production of TNF-α, which acts to impair insulin receptor function. An inverse relationship between insulin levels and the number of insulin receptors has been established. The higher the basal level on insulin, the fewer receptors present on the plasma membranes. In addition, there are defects within insulin-responsive cells at sites beyond the receptor. An example is the ability of insulin to recruit glucose transporters from intracellular sites to the plasma membrane. As a consequence, insulin levels remain high, but glucose levels are poorly controlled because of the lack of normal responsiveness to insulin. Although the insulin level is high, it is not as high as in a person who is obese but not diabetic. In other words, there is relative deficiency in the insulin supply from the β cells. Therefore, this disease is caused not only by insulin resistance but also by impaired β cell functions resulting in relative insulin deficiency. Diet alone can often controls the disease in the obese diabetic. If the patient can be motivated to lose weight, insulin receptors will increase in number, and the post-receptor abnormalities will improve, which will increase both tissue sensitivity to insulin and glucose tolerance. The non insulin-dependent diabetic tends not to develop ketoacidosis but nevertheless develops many of the same complications as the insulin-dependent diabetic, that is, nerve, eye, kidney, and coronary artery disease.
Complications;
·         Diabetic retinopathy
·         Diabetic nephropathy (glomerulosclerosis, arteriolosclerosis, urinary tract infections)
·         Diabetic microangiopathy (diffuse thickening of basement membranes)
·         Peripheral neuropathy (Schwann cell injury, myelin degeneration, axonal damage)
·         Accelerated arteriosclerosis (hypertension, brain hemorrhages, cerebral infarctions, myocardial infarctions, renal insufficiency, gangrene)

REAKSI REDUKSI DENGAN REAKSI  BENEDICT

Prinsip percobaan :
Gula mempunyai kemampuan mereduksi Cu++ menjadi Cu+ (endapan Cu2O). Tergantung dari besar kecilnya endapan akan terlihat warna endapan yang berbeda-beda dari hijau sampai merah bata.

Tujuan percobaan :
Menunjukkan adanya gula dalam urine.

Bahan-bahan :
-          Urine penderita Diabetes mellitus
-          Larutan benedict kwalitatif

Prosedur praktikum :
3 ml lar. Benedict + 3 tetes urine, panaskan, kocok perhatikan warna yang terbentuk.
Lakukan percobaan yang sama dengan urine yang diencerkan 2 kali, 4 kali, dan 8 kali dan seterusnya sampai terbentuk warna hijau.

Keterangan :
Reduksi positif dalam urine dapat disebabkan oleh reduktor-reduktor seperti :
-          Gula-gula : glukosa, pentosa, laktosa, fruktosa, galaktosa.
-          Obat-obat antipirin, piramidon, PAS, santonin.
-          Zat-zat yang normal terdapat dalam urine bila kadarnya tinggi : indikan, asam urat, kreatinin
-          Bahan-bahan pengawet : formalin, CHCl3

Untuk membaca hasil percobaan Benedict, terlebih dahulu tabung harus dikocok, kemudian dilihat warna dari larutannya :
-           : larutan berwarna biru
+          : larutan berwarna hijau
++        : larutan berwarna hijau kekuningan
+++      : larutan berwarna kuning
++++    : larutan berwarna merah bata


MENENTUKAN KADAR KOLESTEROL DARAH

Pendahuluan :
Kolesterol seperti juga triasil gliserol (trigliserida) sering disangkut pautkan dengan penyakit aterosklerosis (penebalan pembuluh darah), terutama yang menyangkut pembuluh darah koroner. Oleh karena itu penentuan kadar kolesterol dan triasil gliserol secara bersama-sama selalu diindikasikan terhadap dugaan adanya penyakit jantung koroner (PJK), walaupun pada kenyataannnya penyakit ini tidak selalu disertai dengan peninggian kadar kolesterol darah.

Kolesterol di dalam plasma berada dalam bentuk bebas (free cholesterol) dan dalam bentuk ester dengan asam lemak (cholesteryl ester), dan untuk memudahkan pengangkutnya didalam plasma darah, ia berikatan dengan protein, membentuk lipoprotein plasma. Sebagian besar kolesterol plasma berada dalam fraksi low density lipoprotein (LDL). Kadar kolesterol total normal didalam plasma sekitar 150 – 250 mg% yang 1/3-nya berasal dari makanan sehari-hari, sedangkan 2/3-nya berasal dari sintesis didalam tubuh dengan asetil CoA sebagai bahan bakunya (sintesis de-novo).

Dulu orang mengira bahwa penyakit jantung koroner (PJK) selalu berhubungan dengan kadar kolesterol darah total yang tinggi, tetapi ternyata bahwa penderita penyakitjantung koroner kadang-kadang menunjukkan kadar kolesterol darah yang normal, bahkan sedikit menurun. Sekarang orang cenderung mencari rasio LDL-kolesterol/HDL-kolesterol adalah 3/1. Bila rasio LDL-kolesterol/HDL kolesterol meninggi, misalnya 4/1, maka resiko terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) yang meninggi, walaupun kadar kolesterol darah total masih dalam batas-batas normal. Sebaliknya bila rasio LDL-kolesterol/HDL-kolesterol menurun, misalnya 2/1 atau 3/2, maka resiko terjadinya penyakit jantung koroner juga menurun, walaupun kadar kolesterol darah total meninggi. Oleh karena itu sekarang tidak saja dilakukan penetuan kadar kolesterol darah total, tetapi juga kadar LDL-kolesterol, HDL-kolesterol dan protein-protein yang membentuk lipoprotein (Apo A1 dan APo B).

Didalam makanan, kolesterol didapatkan dalam lemak hewani. Kadar kolesterol yang meninggi didalam darah (hiperkolesterolemia) dapat bersifat familial herediter (diwariskan) dan dapat juga menyertai penyakit-penyakit lain, seperti Diabetes mellitus, Hipothiroidi. Nefrotik sindrom dan lain-lain. Kadar kolesterol darah yang rendah (hipokolesterolemia), seperti pada penyakit hipertiroidi atau diet pantang lemak, dapat juga berpengaruh terhadap sintesis membran sel dan hormon-hormon kortikosteroid, karena kolesterol merupakan bahan baku dalam sintesis membran sel dan hormone-hormon tersebut. Ekskresi kolesterol terjadi memlalui hepar ke saluran empedu, walaupun sebagian kolesterolnya terabsorbsi kembali dalam usus.

Prinsip percobaan :
                                             CHE
Kolesterol ester +H2O                            Kolesterol + fatty acid
                                          CHO
Kolesterol + O2                                     Kolestin-3-1 + H2O2
                                                                POD
H2O2 + 4-aminophenazon + phenol                                 quinonamine + 4 H2O (berwarna merah)

Tujuan Percobaan :
Menentukan kadar kolesterol total darah dalam plasma secara enzimatis dengan metode CHOD-PAP

Bahan-bahan :
1.       Reagen warna kolesterol oksidase (CHOD-PAP). Reagen ini mengandung : enzim kolesterol oksidase (CHOD) > 100 U/l, kolesterol ester > 150 U/l, Peroksida > 5 kU/l, Phenol (PAP) 5 mmol/l, 4-aminophenazone 0,3 mmol/l, Natrium Azida 0,05 % buffer phosphate pH 6,5 100 mmol/l.
2.       Larutan kolesterol standar 200 mg/dl atau 5,17 mmol/l
3.       Serum atau plasma

Pengukuran terhadap blanko :
Untuk setiap seri pemeriksaan hanya diperlukan satu standar dan satu blanko.

Prosedur Praktikum :
1.       Tiga ml darah dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm, akan tampak plasma terpisah dari sel-sel darahnya.
2.       Pipet ke dalam tabung kuvet :


Blanko
Standar
Sampel
Standar
-
10 ml
-
Plasma atau Serum
-
-
10 ml
Reagen Warna GOD
100 ml
100 ml
100 ml

3.       Campurkan isi masing-masing tabung kuvet, kocok sampai rata kemudian :
-     Inkubasi pada suhu 37 0C selama 5 menit, atau :
-     Dibiarkan pada suhu kamar selama 20 – 25 menit
Hindari dari sinar matahari langsung.
4.       Kemudian dilakukan pembacaan absorbansi sampel (A sampel) dan absorbansi standar (A standar) yang diukur terhadap blanko (A blanko = 0) pada panjang gelombang 546 nm.

Perhitungan :
Kadar kolesterol ( C ) dalam darah , serum, atau plasma :
            A Sampel
C =                               X  200 mg/dl (kadar standar)
            A Standar
Atau
A Sampel
C =                               X  5,17 mmol/dl (kadar standar)
            A Standar
Referensi :
1.       Usia dibawah 30 tahun = 180mg/dl
2.       Usia 30 tahun ke atas = 200 mg/dl

Catatan :
1.       Dengan cara ini kadar kolesterol darah dapat diukur secara linier sampai dengan 750 mg/100 ml.
2.       Bilamana kadar kolesterol diatas 750 mg%, encerkan plasma 3 kali, yaitu dengan menambahkan NaCl 0,9% 2 kali volume plasma dan ulangi prosedur penentuan kolesterol darah. Hasilnya kemudian dikalikan dengan 3.
3.       Untuk penderita ikterus, bilirubin plasma akan mengganggu hasil pemeriksaan, oleh karena itu hasil akhir perlu dikoreksi, yaitu dengan mengurangi 0,75 mmol/l untuk setiap 100 mmol/l bilirubin atau mengurangi dengan 5 mg/100 ml untuk setiap 1 mg/100 mg bilirubin.
4.       Semua peralatan gelas harus benar-benar bersih dan kering.
5.       Jangan menggunakan plasma/serum hemolisis, karena hemoglobin akan mengganggu hasil reaksi.
6.       Reagen dan campuran reaksi bersifat korosif, jadi jangan menggunakan pipet yang dihisap oleh mulut, dan hati-hati jangan kontak dengan kulit dan mata.
7.       Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan puasa paling sedikit 12 jam.
8.       Warna yang terbentuk stabil selama 1 jam.

Pertanyaan :
1.       Selain dengan reaksi enzimatis kolesterol, dengan reaksi apalagi kolesterol darah dapat ditentukan ?
2.       Coba saudara sebutkan jenis-jenis makanan apa saja yang dapat menurunkan dan meninggikan kadar kolesterol darah !
3.       Sebutkan fungsi kolesterol dalam tubuh!
4.       Terangkan mengapa terjadi peninggian kadar kolesterol pada penderita diabetes mellitus!

MENENTUKAN BENDA KETON DALAM URINE (ROTHERA)

Percobaan Rothera

Prinsip percobaan :
Na-nitroprusid (Na-nitroferrisianida) dalam suasana asam akan dipecah menjadi Na4Fe(CN)6-NaNO2 dan Fe(OH)3 yang merupakan oksidator kuat.
Aseto asetat dan aseton akan dioksidasi dan membentuk kompleks berwarna merah jingga sampai unggu. Agar kompleks ini stabil diperlukan larutan penyangga yaitu ; (NH4)2SO4.

Tujuan Percobaan :
Untuk menunjukkan adanya Aseto asetat dan aseton dalam urine.

Bahan-bahan :
1.       Urine penderita diabetes mellitus
2.       Larutan Na-nitroprussid 10% baru.
(10 gr Na-nitroprusid + 2 ml H2SO4 pekat + 100 ml akuades)
3.       (NH4)2SO4 kristal
4.       Amoniak

Prosedur Percobaan :
5 ml urine + (NH4)2SO4 kristal sampai jenuh + 2 tetes larutan Na-Nitroprussid + 1 ml amoniak. Diamkan, maka timbul warna ungu yang lambat laun menjadi lebih tua yang menunjukkan adanya aseton.
Warna jingga kemerahan menunjukkan adanya aseto asetat. Reaksi rothera sangat sensitive dan dapat memberikan hasil positif pada kadar asam aseto asetat 0,0005% walaupun reaksi berjalan agak lama. Reaksi cepat dan kuat pada kadar 0,25%. Makin tinggi kadar aseton atau aseto asetatnya, makin cepat dan makin jelas warna terbentuk.

Pertanyaan :
1.       Gambarkan secara skematis pembentukan benda-benda keton di dalam jaringan hati dan katabolismenya didalam jaringan ekstra hepatic?
2.       Mengapa pada ketosis berat dapat terjadi asidosis? Asidosis tipe apa yang dapat terjadi!Bagaimana kompensasi tubuh untuk mengatasi asidosis tersebut!
3.       Jika rothera positif, bagaimana saudara membedakan apakah penderita tersebut menderita Diabetes Mellitus atau kelaparan?


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Test Footer

Flag Counter


 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright À 2011. semangat ya para calon dokter! - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template